Pandemi dan Ketahanan Spiritualitas Keagamaan Manusia
Ibadah ditengah pandemi seperti yang terjadi saat ini lebih memperhatikan faktor kesehatan. Di sisi lain, bentuk tradisi dan budaya masyarakat dalam pengamalan nilai-nilai keagamaan juga sangat terdampak. Dengan mulai dilonggarkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa wilayah. Memunculkan semangat baru masyarakat untuk kembali mengisi ruang-ruang peribadatan yang sudah lama ditinggalkan. Berbagai macam problem muncul mulai dari di batasinya orang masuk masjid, melaksanakan shalat dengan tetap menjaga jarak, dan bahkan semua tempat peribadatan ditutup dengan dalih tidak diperkenankannya kerumunan manusia yang akan berdampak pada penyebaran Covid-19. Ternyata agama tidaklah kaku seperti yang masyarakat pikirkan ketika harus berperang dengan pandemi.
Dalam rangka memutus persebaran Covid-19. Rangkaian proses peribadatanpun disesuaikan dengan anjuran pemerintah dengan tidak lepas dari protokol kesehatan. Menjaga jarak,memakai masker,tidak salaman hingga membawa perlengkapan ibadah sendiri. Perkumpulan manusia berusaha dikurangi,aktivitas di dalamnya pun juga dibatasi dan bahkan tidak dilaksanakan. Antara umat manusia dengan negara yang mengatur keduanya beradaptasi dengan pandemi.
Kita tahu bahwa pandemic sudah menyebabkan proses peribadatan manusia terganggu. Di sisi lain banyak tokoh agama saling berujar tentang fatwa dan anjurannya dengan melaksanakan peribadatan di tengah pandemic tidak mengurangi nilai spiritualitas manusianya. Yang terjadi hanya bentuk pelaksanaan yang diubah. Semua ini diberlakukan sebagai bentuk negara mlindungi warga negaranya dalam situasi tanggap darurat Covid-19. Untuk itu banyak diantara tokoh-tokoh agama mengeluarkan dalil teologisnya sebagai wadah menahan bentuk kekhawatiran masyarakat kehilangan nilai ibadah selama pandemi.
Selama kurun waktu satu bulan belakangan ini, bukan hanya umat Islam yang kehilangan momentum spesialnya. Masyarakat Indonesia juga kehilangan dua haru suci penting yaitu Nyepi dan Paskah. Meskipun dalam situasi berkabung dengan adanya pandemi seperti saat ini. Para tokoh agama juga tidak lepas untuk terus mematuhi segala anjuran yang diberikan oleh pemerintah. Spiritualitas manusia memang terlihat berbeda dengan adanya pandemic ataupun tidak. Kekhawatiran ini dipengaruhi oleh aturan yang diberlakukan oleh pemerintah yang dibuat untuk menanggulangi Covid-19.
Agama hidup dalam ruang sosial politik masyarakat. Nilai-nilai agama yang hidup dengan tradisi yang dilakukan oleh masyarakatpun tidak terlalu ribet prosesinya. Adaptasi yang agama lakukan sebagai bukti bahwa agama tidaklah kaku. Sejatinya memiliki makna yang sangat luas apabila dikaitkan dengan ketaqwaan dan keimanan manusia. Adaptasi agama dan umat beragama tidaklah menjadi hal yang mengejutkan. Dalam sejarah peradapan manusia, adanya wabah ini juga bukan kali pertama. Sebut saja kolera, SARS / flu Burung, hingga meningitis yang pernah menyerang jamaah haji di seluruh dunia.
Keberanian tokoh-tokoh agama memang saat ini harus di lihat bahwa bahaya virus ini lebih menyeramkan. Tidak henti-hentinya para tokoh Agama berkumpul untuk menjalankan protokol kesehatan sesuai dengan pastinya. Memang agama begitu terkenal dan mudah dibicarakan. Namun agama memiliki peran besar pada pemikiran manusianya. Nyatanya kekuatan agama dapat dikesampingkan dahulu sebagai bentuk mempersilahkan sains sebagai kekuatan utama menanggulangi Covid-19. Pada akhirnya agama dan sains saling berhubungan. Mengisi satu dengan yang lain, jangan sampai nalar agama ditonjolkan tanpa adanya pengetahuan atau kualitas pola pikir yang mendukung tatanan saat pandemi.
Mulai dibukanya aktivitas di rumah peribadatan, menunjukkan bahwa negara sudah berhitung dari kebijakan yang dibuat. Keberhasilan agama hidup dalam ruang pandemi seperti saat ini menunjukkan bahwa pemerintah dengan para tokoh agama saling mengisi. Mendukung kebijakan negara sebagai bentuk spiritualitas dalam menjalankan nilai-nilai keagamaan yang di ajarkan di dalamnya. Oleh karena itu sebagai bagian dari umat manusia yang beragama, kita di didik untuk mampu mengembangakan pola pikir sains untuk hidup berdampingan dengan wabah tengah pandemi.
Ditulis oleh:
Mahatva Yoga Adi Pradana (Dosen Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tulisan ini dimuat dihttps://www.rancah.com/berita-opini/65122/pandemi-dan-ketahanan-spiritualitas-keagamaan-manusia/pada 14 Juni 2020