INOVASI DAERAH MENYAMBUT TATANAN “NEW NORMAL”

New normal akhir-akhir ini sering menjadi perbincangan publik karena dianggap mampu menjadi jalan tengah penyelesaian pandemi corona. Secara tidak langsung, new normal sendiri merupakan sebuah perubahan perilaku dengan menjalankan aktifitas normal sesuai dengan berbagai macam protokol yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19. Melihat kenyataan yang ada new normal sendiri masih dirasa sulit diterima oleh masyarakat Indonesia dikarenakan kita memiliki kultur budaya yang sudah melekat lama sehingga tidak mudah untuk menerima perubahan. Mengapa demikian? Sebagian besar masyarakat kita masih komunal, nilai-nilai yang ada banyak berasal dari unsur kebersamaan atau cenderung berdekatan secara fisik, contoh kecilnya dalam perhelatan sebuah tradisi grebeg, selametan, dan bahkan nongkrong di cafe yang sukanya berkerumun. Cepat lambatnya masyarakat beradaptasi dengan new normal ini tergantung dari seberapa besar dan kuat upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui berbagai kebijakan yang akan dibuat serta diterapkan. Pemerintah harus benar-benar tegas menerapkan aturan new normal apabila dipergunakan. Karena kita tidak tahu sampai kapan corona ini akan berakhir sama seperti kita yang dulu pernah hidup berdampingan dengan Flu Burung dan SARS. Selain itu jika dilihat dari aspek yang lain masyarakat masih merasa terbebani dikarenakan kenormalan baru itu juga memberikan dampak ekonomi diantaranya mereka harus membeli perlengkapan kebersihan diri.

Bagi sebagian besar masyarakat perkotaan sangat mudah, namun bagi masyarakat kelas menengah ke bawah ini cukup sulit seperti yang sudah terjadi beberapa waktu lalu. Saat ini sebagian besar masyarakat telah melanggar aturan yang sudah ditetapkan pemerintah dalam penanggulangan covid 19, alasannya karena tuntutan ekonomi sudah menjadi alasan dasar tinggal di dalam rumah akan mati, keluar juga akan mati, ya lebih baik keluar mencari rejeki. Itu yang pernah dikatakan salah satu masyarakat menengah ke bawah. Oleh karena itu, pemerintah pusat beserta pemerintah daerah baik kota maupun kabupaten haruslah saling sinkron dan bahu-membahu untuk menciptakan new normal ini sebagai normalitas yang akan dilaksanakan oleh masyarakat nantinya.

Dimulainya Game Theory

Kondisi dilematis saat ini dilalui oleh pemerintah. Dengan segala penanganan yang sudah diberlakukan sebagai bentuk penanggulangan covid-19. Pembatasan Sosial Berskala Besar, lockdown lokal, pembatasan usia melalui regulasi, hingga new normal yang sudah mulai direncakanan akan dilakukan. Jangan sampai upaya ini layaknya dilema dalam sebuah game theory yang di sebut Zero Sum Game yang diambil dari buku tulisan John Von Neumann tahun 1944 yaitu “ Theory of Games and Economic Behavior”. Dimana dijelaskan bahwa Zero Sum Game adalah kondisi dimana jumlah keuntungan dan kerugian dari seluruh peserta dalam sebuah permainan adalah Nol. Artinya keuntungan yang dimiliki dan di dapatkan oleh seorang pemain berasal dari kerugian yang di alami oleh pemain lainnya. Kondisi ini tentu terjadi pada beberapa masyarakat yang mendapatkan kerugian dari keuntungan pasien Covid-19 yang dengan sengaja kabur dan tidak melaporkan bahwa dirinya terpapar virus ini. Sebagai individu yang terpapar dirinya untung namun masyarakat di sekitarnya harus menjadi korban. Padahal status antara individu tersebut dan masyarakt di sekitarnya sama-sama korban Covid-19.

Meminjam kutipan yang ada berasal dari Joker dalam film The Dark Night “You see, their morals, their code, it’s a bad joke. Dropped at the first sign of trouble. They’re only as good as the world allows them to be. I’ll show you. When the chips are down, these… these civilized people, they’ll eat each other.” Jangan sampai perilaku ini terjadi dikarenakan masyarakat tidak mampu menyerap segala aturan dan pemberlakuan yang dibuat oleh pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19. Sebagai manusia yang rasional tentu perilaku demikian tidak dibenarkan apabila tatanan New Normal benar-benar berjalan.

Tatanan New Normal

Berangkat dari adanya aturan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat tentang pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar ( PSBB ) yang akan berakhir di beberapa wilayah. Muncullah sebuah tatanan yang bukan lagi sekedar rencana untuk digunakan sebagai bentuk antisipasi penanganan pandemic. Mendagri telah menetapkan pedomannya bagi apartur sipil negara (ASN) di wilayahnya serta pemerintah daerah. Selain itu juga diikuti oleh Kementrian Agama yang memperbolehkan masjid-masjid kembali dibuka untuk umum namun tetap memperhatikan protokol yang ada. Bahkan beberapa provinsi yang sedang menjalani PSBB detik-detik akhirpun sudah mempersiapkannya. Terhitung ada 6-8 provinsi yang bersiap dengan normal baru ini. Meskipun tatanan ini belum begitu mudah diterima oleh banyak masyarakat, para pemimpin daerah begitu optimis membuat aturan ini.

Pemerintah memberlakukan tatanan baru ini semata-mata untuk mengurangi problem sosial ekonomi yang sudah terlalu besar berdampak pada banyak lapisan masyarakat dengan bermacam-macam bentuk pekerjaan. Skenario ini dilakukan dalam rangka menangkal asumsi yang dikeluarkan Kementrian Keuangan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2020 tidak sampai minus 0,4 persen. Inilah yang sedang terjadi melanda negara kita disamping dampak sosial yang ada. Melihat problem tersebut nampaknya pemerintah perlu melakukan inovasi terkait new normal di daerahnya sesuai dengan kemampuan daerahnya masing-masing.

Protokol kesehatan hanya bentuk terkecil aturan yang selalu dijadikan pedoman dasar penanggulangan covid-19. Lantas apa yang menjadi bentuk terbesarnya. Sebagaimana yang kita lihat di beberapa media televisi nasional. Akhir-akhir ini banyak sekali lonjakan pasien positif covid-19, dan itu terjadi di daerah yang awal mulanya hanya memberlakukan protokol kesehatan tanpa disertai dengan intervensi aturan yang mengikat bagi para masyarakat yang masih bebas kesana kemari tanpa melekat protokol kesehatan itu. Contoh kecilnya adalah tidak mengenakan masker, tidak mudik dan tidak berkerumun.

Beragam bentuk sikap yang direspon masyarakat dengan aturan yang sudah sangat jelas menunjukkan bahwa masyarakat kita masih belum sepenuhnya sepakat dengan aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah. Inilah yang jauh lebih krusial sebelum dampak terbesar pandemic ini terus berjalan. Sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa daerah yang jemput bola melakukan tes PCR / SWAP pada wilayah yang menjadi kluster penyebaran baru Covid-19. Untuk itu diperlukan adanya inovasi yang mudah dipahami oleh masyarakat namun tidak menyalahi protokol yang sudah ditetapkan.

Mengingat Kembali Kehidupan Normal

Satu di antara bentuk penanggulangan Covid-19 ini adalah memulihkan situasi yang ada saat ini menjadi sebuah bentuk tatanan baru yang diupayakan sebagai normalitas biasa. Untuk itu daerah diharapkan membentuk inovasi-inovasi program yang sekiranya mudah dipahami dan dimengerti oleh masyarakat. New Normal merupakan tatanan baru yang harus di dukung dengan kebiasaan baru juga. Kebiasaan ini memiliki ciri kebaruan sikap dan perilaku masyarakat dalam kehidupan normal yang mereka jalani. Sejatinya perilaku new normal ini tidaklah baru, banyak sudah masyarakat disana yang sudah melakukannya karena mereka paham dengan segala macam bentuk kebersihan diri. Daerah saat ini dituntut untuk menghasilkan bentuk tatanan yang akan menjadi pembiasaan serta menjadi cara pandang baru masyarakat hidup berdampingan dengan Covid-19.

Internalisasi nila-nilai keterbaruan dalam sebuah tatanan yang akan dimunculkan nantinya harus dekat dengan nilai dan kultur budaya masyarakat. Sejatinya nilai-nilai yang ada tersebut tetaplah menjadi patokan dalam menjalankan normalitas baru. Inovasi tatanan baru saat ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah. Sebagai contoh kecilnya, Pemerintah Kota Malang menerapkan sistem ganjil genap dalam proses jual beli di pasar yang kemudian di adopsi oleh pemerintah Jawa Timur. Selain itu pemerintah daerah lainnya berlomba-lomba menciptakan model aplikasi untuk mengetahui persebaran pasien Covid-19 dan masih banyak bentuk-bentuk penemuan yang muncul dalam pandemi ini sebagai contoh inovasi penanggulangan Covid-19.

Mengingat kembali tatanan yang sudah terjalin sebagaimana mestinya. Inovasi pemulihan dari beragam dampak yang ditimbulkan selama masa pandemi memang ditunggu oleh banyak kalangan. Munculnya perubahan-perubahan kebijakan serta gagasan yang nantinya dapat di taati oleh masyarakat. Misalnya pada sektor pelayanan publik. Sebagai pelayan masyarakat, pemerintah daerah tentu memperhatikan hal ini. Terdapat 4 strategi yang mungkin bisa dilakukan apabila new normal ini benar-benar diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia.

Tatanan Inovasi Pertama

Pemerintah daerah harus mulai melakukan inventarisir setiap bentuk kegiatan masyarakat di wilayahnya. Ini dilakukan sebagai cara mengetahui pergerakan manusia dalam memulai aktivitas normal mereka sehari-hari. Inventarisir tersebut dimulai dengan adanya terobosan-terobosan dalam bidang pelayanan publik, administrasi pelayanan, tata kelola pendidikan, perdagangan hingga percepatan teknologi. Intinya pemerintah mau tidak mau harus sudah melakukan rekayasa program sebelum tatanan kembali seperti semua. Tanpa adanya berbagai macam protokol penanggulangan Covid-19.

Tatanan Inovasi Kedua

Pemberlakukan rekayasa yang sudah diberlakukan dalam tahap awal new normal harus berbasis pemulihan. Di mana beragam bidang yang direkayasa tersebut sudah melalui uji normalitas baru awal ditetapkannya kebijakan new normal. Pengenalan adanya terobosan-terobosan baru ini memungkinkan masyarakat tetap bisa menjalankan normalitasnya sebagai manusia di sisi lain ada bentuk antisipasi pemerintah melakukan covering terhadap pandemi. Sebagai awalnya pemerintah harus membuat program yang ramah dan dapat berdampingan dengan wabah.

Tatanan Inovasi Ketiga

Melibatkan masyarakat sebagai pusat keberhasilan program tentu punya alasan tersendiri. Saat ini masyarakat yang hanya dijadikan sebagai penerima manfaat harus dilibatkan sebagai pengguna serta pelaku secara bersamaan. Bukan hanya menjadikan pemerintah daerah sebagai stimulator, fasilitator serta eksekutor. Masyarakat harus juga dididik bisa menjalankan peran tersebut secara baik dan tentu memperhatikan protokol yang di tetapkan. Sebagai contoh, apabila pemerintah gencar melakukan dropping suplai makanan dan promosi berbagai macam anjuran. Masyarakat harus juga terlibat dalam kegiatan itu. Meskipun sudah banyak yang melakukan, kalau hanya sedikit tanpa dibarengi dengan konsistensi yang kuat. Tanggap darurat covid-19 akan terus diberlakukan sampai vaksin diketemukan.

Tatanan Inovasi Keempat

New Normal tidak akan berjalan dalam koridor yang berada dalam satu pintu saja. Melainkan banyak pintu yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Artinya kolaborasi antar sektor juga harus diperhatikan. Bukan hanya pemerintah daerah yang terus menjadi juru selamat, harus ada uluran tangan dari lembaga-lembaga dan swasta sebagai bentuk perpanjangan tangan pemerintah kepada masyarakat. Itu dilakukan karena pemerintah daerah menjalankan berdasarkan aturan pusat kemudia diturunkan menjadi beberapa regulasi lokal. Sedang lembaga-lembaga dan swasta juga punya alternatif inovasi dalam menanggulangi Covid-19 ini. Seperti halnya beberapa kampus yang membuat inovasi robot untuk mempermudah pelayanan di kantor dan rumah sakit.

Pada akhirnya, kita harus sadar bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah upaya terbaik untuk mengembalikan kenormalan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pandemi ini. Semoga masyarakat paham dan mengerti akan pentingnya menjaga kesehatan sekecil mungkin dengan mengubah pola hidup mereka menjadi higienis. Dengan tetap menjalankan segala bentuk aturan yang akan ditetapkan. Di sisi lain pemerintah daerah akan terus melakukan berbagi upaya untuk mendorong terciptanya inovasi-inovasi supaya masyarakat dapat kembali normal secara optimal.

Ditulis oleh:

Mahatva Yoga Adi Pradana

Dosen Sosiologi Agama

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler