Sosiologi Agama Mendukung (SDGs) ke-15, 8 dan 4, tentang “Pemberdayaan Berbasis Budidaya Lebah: Upaya Pelestarian Ekosistem, Peningkatan Ekonomi dan Edukasi Berkelanjutan di Kampung Tawon Randu Alas”

“MONITORING DAN EVALUASI PEMBELAJARAN/BEST PRACTICE SDG’S PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN”

Erni Widiyanti 22105040054

Judul Laporan

“Pemberdayaan Berbasis Budidaya Lebah: Upaya Pelestarian Ekosistem, Peningkatan Ekonomi dan Edukasi Berkelanjutan di Kampung Tawon Randu Alas”

Ringkasan Eksekutif

Wisata Kampung Tawon Randu Alas merupakan desa dengan keunikan yang khas dalam pembudidayaan tawon. Wisata Kampung Tawon Randu Alas adalah program yang mengedukasi masyarakat yang berfokus pada budidaya tawon hutan dengan metode tradisional. Program ini dirancang oleh bapak Heri sebagai inisiator guna mengajarkan masyarakat yang awam, edukasi yang dilakukan berkaitan dengan pentingnya menjaga keseimbangan alam sekaligus memanfaatkan potensi di lingkungan sekitar secara bijaksana. Dengan kondisi lingkungan Dusun Sekendal yang memiliki kekayaan dari keberadaan tawon hutan, sehingga dapat menjadi peluang besar bagi masyarakat untuk dikembangkan dan dibentuk sebagai desa wisata edukasi. Pada akhirnya program ini tidak hanya memberikan dampak secara ekonomi, kearifan lingkungan tetapi juga dapat sebagai tempat mengedukasi. Harapannya program ini dapat memberikan berdampak positif pada lingkungan serta keberlangsungan alam yang ada di Dusun Sekendal. Selain itu, pendidikan yang bertanggung jawab dan pemeliharaan daratan dapat diwujudkan.

Latar Belakang Dan Tujuan

Dusun Sekendal yang berada Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, merupakan wilayah dengan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani penyadap nira kelapa dan pembuatan gula jawa. Mata pencaharian utama ini sudah menjadi budaya, serta bagian dari tradisi yang diwariskan secara turun- temurun oleh keluarga mereka. Tetapi penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan mereka ternyata seringkali tidak dapat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga menyebabkan banyak keluarga di dusun ini berada dalam kondisi ekonomi yang tergolong kurang mampu.

Keterbatasan ekonomi yang dialami, ternyata juga dipengaruhi oleh minimnya akses terhadap informasi dan pengetahuan. Hal ini dilatar belakangi oleh orang-orang di Dusun Sekendal yang masih banyak hanya mengenyam pendidikan sampai Sekolah Dasar dan tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, selain itu minimnya keterampilan yang dimiliki untuk mengembangkan usaha lainnya. Banyak sekali masyarakat disana yang masih mengandalkan cara-cara tradisional dalam menjalankan mata pencaharian mereka, tanpa memanfaatkan sepenuhnya potensi sumberdaya alam yang ada di sekitaran mereka.

Masyarakat dusun Sekendal umumnya enggan mencoba sesuatu yang baru karena mereka terlalu bergantung pada penghasilan utama mereka sebagai petani. Ketergantungan mereka ini membuat mereka cenderung merasa aman berada di zona tersebut, meskipun seringkali penghasilan mereka tidak dapat tercukupi. Mereka khawatir bahwa usaha barunya nanti tidak memberikan hasil yang sebanding, apalagi jika dibandingkan dengan pekerjaan yang sudah mereka jalani. Pola pikir seperti inilah yang menjadi penghambat utama mereka untuk mengembangkan potensi lain yang sebenarnya tersedia di sekitar mereka.

Secara Geografis, dusun Sekendal ini terletak di Kawasan perbukitan Menoreh yang khas dengan bentang alam yang berbatu dan berundak. Pada wilayah ini banyak ditemukan bebatuan besar yang tersebar diantara lahan-lahan milik warga. Meskipun memiliki kondisi wilayah seperti ini, dusun Sekendal menyimpan potensi besar yang belum tergali secara maksimal. Potensi besar tersebut adalah keberadaan lebah hutan yang banyak dan cocok pada kondisi geografis ini, sehingga bisa menjadi sebuah peluang untuk memberdayakan masyarakat melalui pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan.

Bapak Heri merupakan orang yang menyadari akan potensi beradaan ini, beliau berupaya untuk pembentukan Kampung Lebah yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat terkait budidaya lebah dengan cara tradisional yang berbasis budaya lokal agar ekosistem lebah di hutan tetap terpelihara secara alamiah. Cara ini menjadi penting karena beliau ingin selalu menjaga dan melestarikan ekosistem lebah di hutan dengan konsep menjalankan nilai-nilai kearifan lokal. Konsep yang dikenalkan beliau, lahir dari sejarah yang disebut dengan konsep “ngalap berkah” yang berarti mencari keberkahan atau kebaikan dari lebah dengan niatan yang tulus atau ikhlas. Konsep ini menanamkan nilai bahwa budidaya lebah bukanlah sekedar usaha untuk mendapatkan keuntungan materi saja, tetapi juga sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan terhadap alam yang telah memberikan rezeki. Di Dalam praktiknya bapak Heri mengajarkan serta mengajak masyarakat untuk memelihara dan menjaga ekosistem daratan dan lingkungan hutan, sehingga dapat memanfaatkan hasil lebah secara bijaksana dengan tetap menjaga habitat alami.

Program ini mencerminkan pada pencapaian dari Sustainable Development Goals (SDGs) ke-15 kemudian 8 dan 4, yaitu melestarikan ekosistem daratan serta menciptakan pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, dan memastikan Pendidikan yang berkualitas dengan layak, inklusif dan mendorong kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua orang. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan edukasi terkait budidaya lebah berbasis tradisional, sehingga lingkungan hayati dari lebah tetap terjaga, dan menambah penghasilan sampingan bagi masyarakat sekitar. Tidak hanya mendapatkan keterampilan baru tetapi juga memahami nilai nilai berkelanjutan, kearifan lokal, dan pentingnya menjaga alam untuk generasi mendatang.

Deskripsi Praktik Baik atau Pembelajaran

  • Langkah Implementasi dan Sumber Daya yang Digunakan

Pemberdayaan dapat diimplementasikan ketika sumberdaya masyarakat memiliki kepercayaan kepada inisiator. Dalam penciptaan kampung tawon randu alas yang diproyeksikan oleh inisator, pada awalnya tidak mendapatkan antusiasme dari masyarakat. Masyarakat dusun sekendal yang memiliki adat menoreh dan membuat gula jawa sehingga mereka merasa tidak yakin atas proyek ini, karena mereka merasa sudah nyaman dengan apa yang dilakukan. Oleh karena itu, inisiator semakin semangat untuk mengajak dan menyadarkan masyarakat atas potensi yang sangat tinggi dari budidaya madu.

Inisiator melakukan beberapa cara agar kepercayaan masyarakat dapat terbangun,diantaranya sebagai berikut:

  1. Mencontohkan

Bapak heri sebagai inisiator memulai membangun kepercayaan masyarakat dengan cara membuktikan. Dengan membangun 3 rumah tawon skala kecil di sekitar rumahnya, dengan metode tradisional, ia mendapatkan hasil memuaskan. Dengan cara ini bapak heri mulai mendapatkan sorotan dari masyarakat. Hal yang dilakukan tadi menjadi penting bagi masyarakat sekitar karena bisa menjadi gambaran secara pasti bagi masyarakat yang tadinya meragukan akan hasil budidaya lebah. Meski tradisional rasa autentik inilah yang menjadi nilai jual tinggi.

  1. Edukasi secara massif

Setelah mendapatkan atensi dari masyarakat akan keberhasilan ini, pak heri mulai mengedukasi masyarakat. Masyarakat yang tergolong awam dalam pengetahuan ini di edukasi secara masif olehnya. Dimulai dari menjabarkan sejarah mitos tawon randu alas yaitu Mitos tawon randu alas Pada zaman dahulu terdapat sebuah pohon randu raksasa yang berada di perbukitan menoreh kulon progo.yang konon katanya pohon randu tersebut merupakan satu pohon terbesar randu yang ada salah alas di perbukitan menoreh kulon progo. Konon dahan pohon randu tersebut menjulur hingga puluhan meter dan batangnya berdiameter 4 bentangan tangan orang dewasa. Singkat cerita setelah terlahir kesepakatan antara sesepuh dengan penjaga pohon randu tersebut.pohon yang berusia ratusan tahun tersebut akhirnya tumbang dan para koloni lebah bersarang di bebatuan sekitar randu alas hingga saat ini. Dan terlahirlah tatanan menjaga lebah dengan laku TRAPS.

Kemudian beliau mengedukasi cara pembudidayaan dengan tradisional atau dikenal dengan laku TRAPS. TRAPS atau yang dikenal dengan TRAPSILA BRAMARA terdiri dari Laku Legowo, Larangan dodolan tolo, Larangan dodolan tawon, Laku panen rong nyari, dan Larangan ucapan sing dilarang lan tumindak sing reget. Secara pengelolaan dengan metode khas tradisonal. Cara tradisional menurut bapak heri adalah cara terbaik

Meskipun banyak masyarakat yang masih skeptis terhadap keberhasilan program ini, tetapi tetap perlu dilakukan upaya untuk membengun ketertariakn terhadap budidaya tersebut. Melalui pendekatan langsung inilah membuat masyarakat dapat melihat proses budidaya lebah secara langsung, mulai dari perawatan hingga hasil yang diperoleh. Pendekatan tadi diinisiasikan tidak hanya membuat masyarakat tertarik, tetapi menjadi sebuah peluang usaha yang menjanjikan, mudah dijalankan dan tidak memerlukan modal besar.

Setelah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, bapak Heri mulai melakukan dan mengajarkan praktek budidaya lebah dengan cara tradisional. Mengapa hal ini dilakukan bapak Heri? Tentunya sebagaimana yang diungkapkan beliau budidaya lebah dengan metode tradisional dipandang efektif dalam menjaga ekosistem hayati dari hutan, khususnya lebah. Selain keberlangsungan hayati, metode ini juga menggunakan modal dan sumber daya yang minimum, karena semua modal sudah tersedia dari alam.

  • Sumber Daya yang Digunakan

Berdasarkan hasil wawancara untuk membudidayakan tawon dengan cara tradisional hanya memerlukan modal yang minimum. Modal minimum yang digunakan bapak heri ketika pertama membangun rumah tawon dan sekaligus destinasi wisata edukasi, ia menghabiskan uang sebesar 1 juta rupian. Modal tersebut dipergunakan untuk mempercantik halaman rumah sebagai tempat omah tawon randu alas, dan untuk pembangunan sarang tawon atau glodokan. Dengan memaksimalkan potensi alam bapak heri tidak perlukan modal yang begitu banyak karena bahan yang digunakan hanyalah papan kayu yang sudah tidak terpakai sehingga pengeluaran modal awal yang digunakan untuk membuat sarang lebah sebanyak 200 ribu diperuntukkan guna membeli paku dan juga tali untuk menggantungkan sarang lebah di dahan pepohonan.

Membudidayakan tawon tergolong budidaya yang sangat minim dalam hal biaya, dibanding budidaya lainnya. Untuk membudidayakan tawon kita tidak perlu membeli bibit atau benih seperti budidaya lainnya, karna bibit tawon sudah tersedia dari alam, yang artinya warga sekitar hanya perlu mempersiapkan rumah bagi tawon sebagai tempat tinggal dan memproduksi madu. Selain itu ketersedian kayu sebagai bahan utama membuat sarang tawon juga sangat melimpah karena di pedesaan ketersedian kayu sangat banyak. Sarang tawon dapat dibuat tidak hanya menggunakan papan kayu tetapi juga dapat menggunakan potongan pohon kelapa yang dibelah dan dilubbangi di dalamnya, cara ini merupkan cara membuat sarang tawo yang sederhana dan mudah.

Hasil dengan modal minimum akan memberikan keuntungan yang besar, keuntungan bukan hanya secara ekonomi juga secara hayati. Sebagaimana yang dituturkan oleh bapak Heri selaku inisiator program ini, pemanenan berbudidaya tawon dilakukan pada setiap pertengahan tanggal jawa jadi nantinya madu yang dihasilkan sudah dikatakan bagus. Madu yang bagus menurut bapak Heri adalah madu yang berada pada sarang yang ketika dipanen tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Dalam wawancara bapak Heri juga mengajarkan kepada masyarakat tata cara memanen madu dengan cara tradisional dengan menghormati tawon, yang pertama ketika ingin memanen madu lebah dilakukan saat pertengahan tanggal jawa, kemudian pastikan antara jarah madu dengan tempat menempel dengan atap- atap sarang tawon sudah berjarak 2 jari yang artinya madu tersebut sudah siap dipanen, selanjutnya saat melakukan pemanenan lebah kita harus memegang dedaunan yang nantinya itu akan menghindarkan kita dari serangan lebah dan membuat lebah menjadi lebah yang jinak. Setelah sarang sudah di potong dan diambil madunya, larva lebah yang belum menetas bisa dikembalikan ke sarang lebah dengan posisi miring, sehingga nanti bisa menetas menjadi lebah baru.

Setelah madu dipanen madu dapat diperas dan tidak lupa disaring yang nantinya akan dimasukkan kedalam botol kaca. Madu yang dihasilkan dari setiap sarang lebah tidak menentu dan sama, rata-rata madu yang dihasilkan dari setiap rumah lebah sebanyak 400ml. Cara perawatan madu yang benar juga tidak luput dijelaskannya yaitu menyimpan madu menggunakan tempat yang tertutup rapat bisa menggunakan botol ataupun jar, penempatan yang paling baik sehingga madu tetap terjaga yaitu diletakkan dalam suhu ruang.

Madu yang dihasilkan dari kampung tawon randu alas ini merupakan madu alami. Madu alami dari kampung tawon randu alas ini berbeda dengan madu asli, madu alami merupakan madu yang dihasilkan benar benar dari nektar bunga alam, jadi lebah lebah yang berada di kampung tawon randu alas mencari makan secara mandiri dengan mencari bunga bunga di alam sekitar dan juga hutan. Nantinya mandu yang dihasilkan rasanya cenderung tergantung musim buah yang ada di hutan. Dengan mengajarkan kepada masyarakat secara kompleks bapak Heri yakin bahwa masyarakat dapat meningkatkan ekonomi melalui pemanfaatan potensi alam, menjaga keberlangsungan alam dan hayati di dalamnya, dam membentuk wadah edukasi kepada semua orang.

  • Kerja Sama dan Bantuan

Kerja sama yang dijalani antara kampung Tawon Randu Alas dengan Desa Wisata Hargotirto telah memberikan banyak perubahan positif, baik dari segi finansial maupun pengakuan di tingkat yang lebih luas. Kampung Tawon mulai mendapatkan dukungan dari pihak Desa Wisata Hargotirto untuk meningkatkan fasilitas dan mendukung kegiatan, terutama selama masa pandemic COVID-19. Ketika pandemi, kampung Tawon Randu Alas mendapatkan berbagai bantuan yang diberikan yang bertujuan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan masyarakat dan para wisatawan. Bantuan yang diberikan meliputi pemberian masker, tempat cuci tangan, hand sanitizer, dan alat pengecekan suhu.

Dukungan yang diberikan tidak hanya itu saja. Ketika desa mendapatkan kunjungan dari pemerintah, Kampung Tawon Randu Alas ikut merasakan dampaknya dalam bentuk material pembangunan. Bantuan yang diterima yaitu semen sebanyak 10 sak dan pasir, bantuan ini diperuntukkan guna memperbaiki infrastruktur. Oleh bapak Heri material tersebut dimanfaatkan untuk membangun jalan menuju area “Batu Besar” tempat tinggal tawon yang disakralkan oleh masyarakat setempat.

Terdapat beberapa alasan penting dilakukannya pembangunan jalan, yaitu karena lokasi Batu Besar yang berada di daerah perbukitan dan jalan terjal sehingga sulit dijangkau, selain mempermudah akses hal ini juga mempermudah pengunjung yang ingin belajar dan juga berinteraksi secara langsung dengan kegiatan budidaya lebah, sekaligus menghormati nilai-nilai tradisional yang ada.

  • Inovasi dan Ide Baru

Kampung Tawon Randu Alas membudidayakan lebah dengan metode tradisional memang terkesan kuno dan tertinggal, namun dibalik itu mereka tetap memberikan inovasi-inovasi menarik yang diaplikasikan. Inovasi ini dikemas dalam banyak hal seperti, metode pemeliharaan tawon maupun pengembangan secara berkelanjutan. Salah satu inovasi utama yang dilakukan adalah menggunakan pendekatan alamiah dalam pemeliharaan tawon hutan. Dalam pemeliharaannya mereka membiarkan lebah untuk mencari makanan secara mandiri di alam liar. Dengan metode yang digunakan dapat memastikan bahwa madu yang dihasilkan memiliki cita rasa yang khas dan autentik, sehingga dapat mencerminkan kekayaan akan biodiversitas hutan.

Keunikan dari madu yang dihasilkan dari budidaya lebah di Kampung Tawon Randu Alas yaitu terdapat pada keunikan cita rasa madu yang dihasilkan , rasa madu bergantung pada musim dan jenis tanaman yang berbunga di hutan tempat mereka mencari makan. Terdapat beberapa variasi rasa madu yang dihasilkan dari lebah yang mencari makan di hutan, seperti saat musim durian madu yang dihasilkan memiliki cita rasa yang manis sedikit pahit, berbeda lagi ketika musim manggis tiba madu yang dihasilkan jauh lebih manis dan rasanya cenderung soft, dan madu yang dihasilkan dari bunga kopi memiliki rasa yang lebih kompleks dengan sentuhan pahit yang khas. Keberagaman dari madu yang dihasilkan tidak hanya menjadi daya tarik bagi konsumen dan juga wisatawan tetapi juga mencerminkan hubungan yang erat antara lebah hutan dan musim.

Tidak hanya inovasi alamiah yang ada di Kampung Tawon Randu Alas, namun terdapat inovasi lain yang dituangkan dalam desain tempat budidaya tawon sehingga dapat disesuaikan dengan jenis tawon yang dibudidayakan. Contohnya seperti jenis tawon klanceng atau (Trigona) tawon ini dibudidayakan dengan tempat yang berbeda dengan lebah lainnya, Tawon ini dibudidayakan di dalam sebuah kendi sebagai sarangnya. Pemilihan kendi yang digunakan selain ramah lingkungan tetapi juga berupaya menciptakan kondisi yang mirip dengan habitat alami lebah klanceng. Untuk lebah hutan tempat bersarang dirancang dengan menggunakan kontak kayu dengan bentuk segi empat berukuran 30cm x 40cm dan beratap, rumah lebah ini menyerupai rumah kecil yang melindungi lebah dari cuaca yang ekstrim namun tetap memungkinkan mereka dapat bergerak bebas untuk mencari makan di alam.

Dengan adanya inovasi dalam budidaya ini dapat membantu untuk meningkatkan produktivitas madu tanpa mengganggu ekosistem hutan. Dengan menggunakan material kayu dan kedi dapat mencerminkan komitmen untuk memanfaatkan sumber daya lokal secara bijaksana, sehingga dapat menghasilkan madu yang lebih berkualitas tinggi dengan variasi rasa yang unik, tentu juga dapat menjadi contoh sukses harmoni antara teknologi sederhana dan keberlanjutan lingkungan dan tradisi lokal.

Selain inovasi pada cara budidaya dan hasilnya, Kampung Tawon Randu Alas juga menawarkan inovasi dalam esensi, jika biasanya edukasi hanya berkutat pada materi dalam ruangan, Kampung Tawon Randu Alas memberikan esensi yang berbeda dan edukasinya. Dimana dalam proses edukasi para wisatawan dapat merasakan langsung bagaimana proses pembudidayaan, dimulai dari menyusuri jalanan menuju tempat budidaya dan juga tempat awal mula sejarah lebah di alas randu yang kemudian disakralkan. Selain itu, Ketika wisatawan berkunjung ke Kampung Tawon Randu Alas mereka akan diberikan sebuah kain hitam yang kemudian diperuntukan sebagai penutup bagian tubuh yang terbuka agar wisatawan turut memberikan rasa hormat dan sopan kepada alam dan seisinya. Esensi inilah yang membuat wisatawan merasa tertarik untuk mengunjungi wisata Kampung Tawon Randu Alas.

Peta Model Pemberdayaan

Hasil dan Dampak

  • Indikator Kinerja

Kampung tawon randu alas memang tidak memiliki anggota secara administrasi yang tergabung dalam kelompok tersebut, jadi dalam program pemberdayaan yang dilakukan yaitu bersifat mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk turut melestarikan potensi alam yang dimiliki desa setempat. mereka melakukan pemberdayaan secara bersama-sama tanpa adanya susunan kepengurusan secara struktural, ketika mereka sudah mempelajari cara berbudidaya lebah dengan benar lalu mereka mempraktekkan dirumah dengan membuat sarang lebah sendiri, sehingga hasilnya nanti dapat diperjual-belikan kepada wisatawan ataupun untuk konsumsi pribadi

Diperkirakan dalam Kampung Wisata Tawon Randu Alas memiliki sekitaran 20 rumah tawon, penempatan sarang tawon tidak hanya berada pada satu tempat saja, tetapi berada pada tempat yang berbeda-beda diantaranya bertempat di halaman Omah tawon Randu alas sendiri, dan yang lainnya berada di daerah batu besar dan sebagian berada di dekat perkebunan buah manggis. Warga sekitar juga ikut serta membudidayakan tawon, mereka meletakkan rumah tawon berada di dekat tempat tinggal lebih tepatnya disamping rumah dan ditempatkan di atas topi-topi jendela rumah. Rata-rata per rumah warga memiliki sekitar 6 sarang lebah yang mereka budidayakan sendiri

Kampung Wisata Tawon Randu Alas selain sebagai tempat rujukan pembelajaran bagi warga sekitar, ia juga sebagai tempat wisata edukasi bagi semua orang. Dalam wisata edukasi Kampung Tawon Randu Alas saat ada wisatawan, bapak heri akan melakukannya secara sendiri, namun terkadang ada satu atau 2 anggota yang ikut membantu dalam memandu wisatawan tersebut. Tetapi dalam hal pengedukasian tetap dilakukan oleh bapak heri sendiri, oleh karena itu dalam seharinya akan ada pembatasan jumlah pengunjung pada setiap harinya yaitu sebesar 30 orang.

Sistem edukasi yang digunakan dalam Kampung Wisata Tawon Randu Alas adalah Wisatawan datang kemudian akan diajak secara langsung memanen madu. Dalam memanen madu wisatawan akan diajarkan peraturan atau norma yang harus dilakukan ketika berada disana , yang pertama yaitu wisatawan harus menggunakan kain hitam yang diikatkan di pinggang sebagai simbol merendah dan tidak sombong terhadap kawanan lebah, selanjutnya setelah memakai kain wisatawan akan dijak menelusuri perkebunan menuju tempat sarang lebah berada, disana akan diberi edukasi adab yang baik saat berdekatan langsung dengan lebah, yaitu tidak boleh berkata kotor, berniatan jahat merusak sarang lebah ketika berada di batu besar tempat disakralkannya lebah hutan, dan juga tidak boleh memegang kemaluan yang menyebabkan akan disengat oleh lebah.

Yang Kedua, mereka diajak memanen madu secara langsung dari sarangnya, dengan tatacara tradisional yaitu kita harus menggenggam daun berwarna hijau saat ini mengambil madu, daun tersebut bertujuan untuk memberikan rasa asri dan ketenangan pada lebah, kemudian kita menggunakan sosodok dari bambu yang sudah diruncingkan dan tipis digunakan sebagai alat pemotong antar atap kayu dengan sarang lebah yang berdempetan. Setelah itu menggunakan alat pemeras madu yang telah disediakan. Kemudian wisatawan dapat mencicipi secara langsung. Para wisatawan juga diajarkan serta praktik secara langsun cara membuat sarang tawon modern dan simple, agar kemudian nantinya wisatawan dapat praktik membuat sarang lebah sendiri yang dapat ditempatkan di sekitar rumah lebah lainnya supaya menjadi rumah baru mereka.

Sejak berdirinya Kampung Tawon Randu Alas dari tahun 2018 tempat wisata edukasi ini tentunya tidak langsung dikenal banyak orang sehingga mengakibatkan jumlah kunjungan yang masih sedikit. Setelah diikutkan perlombaan sebagai perwakilan desa wisata Hargotirto pada tahun 2021 dan memperoleh juara, Kampung tawon Randu Alas mulai dikenal luas oleh beberapa daerah bahkan dari luar negeri. Jumlah kunjungan terbanyak yaitu pada tahun 2022 dalam satu tahun mencapai 200 wisatawan yang berkunjung baik dari wisatawan lokal maupun dari luar negeri.

  • Dampak pada Komunitas dan Alam

Masyarakat yang mengikuti kegiatan pemberdayaan ini, mereka akan mulai merasakan dampak-dampak positif, salah satunya yaitu mas Dhani sebagai warga dan juga anggota yang mengikuti kegiatan budidaya tawon. Dengan adanya kegiatan berbudidaya tawon yang diinisiasikan oleh bapak Heri, mas Dhani sebagai anggota masyarakat biasa yang minim tentang pemahaman berbudidaya tawon, beliau merasakan bahwa ilmu yang diajarkan sangat bermanfaat, karena beliau menjadi faham dan mengerti cara berbudidaya tawon secara tradisional tanpa merusak alam, yaitu dengan cara “trapsila bramara” menurut mas dhani pembelajaran yang sangat diingat yaitu saat kita berbudidaya tawon berdudidayalah secara ikhlas, yang berarti berapapun hasil yang diperoleh dari madu tawon haruslah disyukuri. Kemudian dalam menjalankan budidaya tawon secara tradisional jangan sekali kali berani menjual madu dengan sarangnya /tolo lebah yang nanti bisa berakibat pada kehidupan kita yaitu memiliki sifat dhorot-dhoroti atau sifat yang tamak dan gelap mata. Selain itu dilarang memperjual belikan lebah beserta rumahnya yang sudah jadi. Dan terakhir mas Dhani mengatakan saat kita memanen madu dan berdekatan langsung dengan lebah kita dilarang berkata kotor dan jangan berbuat jahat.

Dampak yang dihasilkan ternyata juga berdampak pada alam. Seperti yang telah diceritakan mas Dhani sebagai warga masyarakat, setelah melakukan budidaya lebah membawa dampak yang sangat positif yaitu pada saat musim manggis dan juga durian tiba, buah yang dihasilkan menjadi lebih banyak karena bunga dari buah tersebut menjadi lebih sempurna saat melakukan penyerbukan. Sehingga banyak buah yang berhasil melakukan penyerbukan karena dibantu oleh tawon dan berbuah secara lebat.

  • Kisah sukses dan testimoni

Mas Dhani saat diwawancarai menceritakan alasannya, mengapa dia bisa tertarik dan mengikuti kegiatan berbudidaya tawon. Berikut uraian alasan mas Dani: pertama karena rumahnya berhadapan langsung dengan pusat wisata Kampung Tawon Randu Alas, pada saat awal bapak Heri membudidayakan tawon dalam skala kecil, mas dhani dapat melihat secara langsung bagaimana proses yang dilakukan dan juga bisa melihat langsung hasil dari berbudidaya tawon tersebut. Dari situlah alasan dia mulai tertarik dengan berbudidaya lebah karena tertarik dengan hasil yang didapatkan, kemudian beliau mengikuti pelatihan bersama warga lain kepada bapak Heri.

Selain karena ketertarikannya beliau mengikuti kegiatan berbudidaya lebah juga untuk menambah pengalaman dan juga meningkatkan perekonomian di keluarganya. Karena sekarang dia hanya bekerja di pt dengan gaji yang hanya cukup untuk sehari hari dan tidak bisa menabung. Ternyata dengan dia mengikuti budidaya lebah ini dia bisa menyisihkan pendapatanya sedikit demi sedikit.

Peningkatan pemahaman ternyata juga dapat meningkatkan pendapatan, hal ini dirasakan langsung oleh mas Dhani setelah mengikuti budidaya lebah Omah Tawon Randu Alas. ketika beliau melakukan praktik budidaya lebah secara mandiri di rumahnya ternyata memberikan keuntungan yang cukup banyak. Beliau membuat glodokan atau rumah tawon sebanyak 7 rumah, jenis tawon yang dipelihara yaitu tawon trigona/klanceng dan lebah hutan. Menurut pengalaman mas dhani tawon trigona menghasilkan lebih banyak madu dibandingkan dengan lebah hutan. Dimana lebah trigona dapat menghasilkan sekitar 450 ml setiap rumahnya, dan juga harganya lebih mahal dibandingkan dengan lebah hutan, harga madu lebah trigona kisaran 80 ribu per botol kecil 100ml. Sedangkan madu yang dihasilkan oleh tawon hutan biasanya cenderung lebih sedikit dan harga jualnya paling murah seharga 50 ribu per 100ml.

Madu yang dibudidayakan mas Dhani, selain untuk dikonsumsi secara pribadi juga diperjual-belikan, semenjak ada kampung wisata tersebut tingkat penjualannya semakin meningkat,yang biasanya hanya 3 botol per bulan, sekarang bisa mencapai 10-15 botol dengan kisaran harga rata-rata 75 ribu/ botol. Dari sini dapat kita lihat bahwa perekonomian keluarga Mas Dhani biasa meningkat sebesar Rp 1.125.000,00

Tantangan yang Dihadapi

  • Tantangan Utama

Setiap perjalan tidak selalu berjalan mulus, ada banyak tantangan dan rintangan menghadang. Begitupun yang terjadi dalam program Kampung Tawon Randu Alas, dalam perjalanan untuk mengembangkan budidaya lebah terdapat beberapa tantangan yang muncul sebagai tanggapan dan proses dalam dinamika sosial yang harus dihadapi. Sebagaimana yang diceritakan bapak Heri dalam wawancaranya, salah satu kendala utama yaitu minimnya atensi dari masyarakat terhadap program ini sebagaimana dikisahkan di awal. Masyarakat juga cenderung mengabaikan dan tidak memahami akan nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi dasar penting dalam kesuksesan program ini.

Masyarakat menangkap bahwa program ini hanya sebuah tindakan yang memiliki nilai ekonomi yang rendah, citra inilah yang membuat mereka enggan untuk berpartisipasi. Padahal pada realitasnya ini bukan lah sekedar ekonomi semata melainkan ada budaya dan tradisi didalamnya. Selain citra tidak dapat menghasilkan uang, masyarakat juga belum mengetahui secara langsung bagaimana proses didalamnya. Minimnya pengetahuan inilah yang menjadi tantangan terbesar dalam program ini.

Tidak hanya itu saja, tantangan yang ada didalam masyarakat jauh lebih kompleks. Dalam masyarakat yang masih memiliki solidaritas mekanik terdapat pola ketergantungan yang sangat kuat, terutama dalam peranan tokoh masyarakat yang terpandang dalam wilayah tersebut. Di dalam lingkup pedesaan, Ketika seorang tokoh masyarakat telah memberikan pengaruh maka pengaruh tersebutlah yang menjadi dasar acuan utama dalam berpikir dan bertindak masyarakat tersebut. Hal inilah yang menjadi masalah selanjutnya, karena program ini tidak mendapatkan dukungan secara penuh bahkan cenderung mengalami penolakan. Bapak heri sendiri merasakan hal inilah yang menjadikan pergerakannya menjadi sangat terhambat, apalagi bapak Heri berperan sebagai inisiator tunggal.

  • Strategi Mitigasi

Dalam menghadapi tantangan yang begitu kompleks bapak Heri memiliki strategi sebagai berikut. Pertama Memulai dari diri sendiri dengan menunjukkan hasil nyata, strategi yang dilakukan oleh bapak Heri yaitu dengan memberikan pembuktian secara langsung kepada masyarakat. Bapak Heri mengawali langkahnya dengan menjadikan halaman rumahnya sebagai tempat berbudidaya tawon secara kecil-kecilan, dengan membuat 3 rumah tawon dengan bahan kayu seadanya. Kemudian budidaya tawon tersebut membuahkan hasil yang cukup bagus dan menghasilkan banyak madu. Tujuan utama melakukan budidaya lebah secara mandiri yaitu untuk menunjukkan secara langsung kepada masyarakat bagaimana cara merawat lebah secara tradisional, kemudian proses memanen madu dengan benar, dan menyadarkan potensi alam yang dimiliki wilayah tersebut, selain itu dengan minimnya modal yang digunakan, berharap masyarakat bisa lebih tertarik dan ikut mencoba berbudidaya secara langsung.

Cara kedua, melalui pendekatan kekeluargaan bapak Heri dengan meminjam lahan. Cara yang digunakan bapak heri dalam upaya menyadarkan dan mengajak masyarakat untuk berbudidaya tawon, bapak Heri menggunakan pendekatan secara individual. Pendekatan ini dilakukan dengan cara meminta izin untuk mempergunakan kebun milik tetangganya guna memperluas budidaya tawon yang dulunya sudah berhasil. Tentunya peminjaman kebun milik tetangga ini memiliki tujuan utama yaitu supa pemilik kebun tertarik dan ikut serta dalam budidaya tawon secara bersama-sam. Dengan memanfaatkan kebun tetangganya, bapak Heri ingin menunjukkan bahwa budidaya lebah dapat dilakukan secara sederhana dan memberikan manfaat secara langsung. Pendekatan kekeluargaan ini tidak hanya memperluas area budidaya, tetapi mempererat hubungan sosial serta membangun kesadaran secara kolektif masyarakat terhadap pentingnya menjaga dan memanfaatkan potensi alam secara bijak dengan cara yang berkelanjutan.

Pembelajaran dan Rekomendasi

  • Pembelajaran Utama

Inisiatif berbudidaya tawon yang diinisiasikan secara langsung oleh bapak Heri tentunya membawa banyak pembelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat, salah satunya pentingnya edukasi berkelanjutan dalam mempertahankan keterlibatan masyarakat. Proses pembelajaran yang dilakukan tidak hanya sekedar memberikan teori atau pengetahuan semata, tetapi juga mencakup pengalaman langsung yang relevan dengan kondisi lokal masyarakat. Dengan adanya edukasi berkelanjutan yang memungkinkan masyarakat untuk memahami dengan mendalami berbagai aspek budidaya tawon, dimulai dengan merawat koloni tawon dengan teknik memanen madu dengan benar dan efisien.

Melalui pendekatan yang dilakukan bapak Heri dapat menunjukkan bahwa keberhasilan suatu program sangat dipengaruhi oleh seberapa baik masyarakat diberdayakan untuk menjadi pelaku aktif, dan bukan sekedar menjadi pengamat. Dengan mempratikan metode berbudidaya lebah di halaman rumahnya sendiri, secara tidak langsung bapak Heri memberikan contoh nyata yang mudah difahami dan diikuti oleh orang lain. Hai inilah yang dapat dijadikan bukti bahwa edukasi tidak hanya tentang penyampaian informasi, tetapi juga dapat menunjukkan hasil yang bisa dicapai jika sebuah pengetahuan diterapkan.

Selain itu, edukasi secara berkelanjutan juga memainkan peran penting dalam membangun komitmen masyarakat. Banyak dari mereka yang awalnya ragu atau merasa tidak memiliki kemampuan untuk terlibat secara langsung, kemudian pikiran mereka sudah mulai berubah ketika melihat hasil nyata dari upaya kecil yang dilakukan bapak Heri. Akhirnya pemahaman bahwa budidaya tawon tidak memerlukan modal besar tetapi dapat memberikan hasil ekonomi yang signifikan menjadi daya tarik tersendiri.

Melalui edukasi ini, masyarakat diajak melihat potensi lokal mereka dengan cara yang baru. Budidaya lebah bukan hanya tentang menghasilkan madu, tetapi juga tentang berbudidaya secara tradisional untuk tetap menjaga keseimbangan ekosistem, memberdayakan sumber daya alam yang ada, dan menciptakan peluang ekonomi yang berkelanjutan. Hal itulah yang dapat mendorong perubahan pola pikir, yang dari awalnya hanya memanfaatkan alam secara pasif, sekarang dapat menjadi pengelola yang aktif dan tetap bertanggung jawab.

Dengan membangun kepercayaan melalui contoh konkrit, pendekatan edukasi berkelanjutan dapat menciptakan lingkungan dimana masyarakat merasa didukung dan termotivasi secara penuh dan terus belajar. Hal ini dapat dijadikan fondasi penting dalam memastikan bahwa inisiatif yang dimulai tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang menjadi gerakan kolektif yang mampu memberikan dampak jangka panjang bagi kesejahteraan bersama.

  • Rekomendasi untuk Replikasi atau Peningkatan

Kampung Wisata Omah Tawon Randu Alas memiliki potensi yang besar untuk memperluas inisiatif budidaya tawon tradisional ke desa-desa lain. Keberhasilan program yang telah diterapkan menunjukkan bahwa pendekatan berbasis komunitas dan kolaborasi, dapat menciptakan dampak positif yang signifikan, secara ekonomi maupun sosial. Dengan pemanfaatan potensi lokal yang ada, desa lain dapat mengadopsi program ini untuk meningkatkan kemandirian ekonomi mereka, dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan. Namun, untuk mereplikasikan dan memperluas program ini beberapa langkah strategis perlu dilakukan agar hasilnya dapat terkelola dengan baik dan berkelanjutan.

Untuk mengoptimalkan manfaat ekonomi dari budidaya lebah, penting untuk menjalin kerja sama dengan distributor madu lokal dan nasional. Madu murni Randu Alas, yang dikenal dengan kualitas alami, dapat diperkenalkan lebih luas dengan pelabelan yang mencantumkan asal dan manfaatnya. Membangun merek lokal serta bekerja sama dengan koperasi dan toko oleh-oleh akan memperluas distribusi dan pemasaran.

Selain itu, potensi wisata edukasi berbasis budidaya lebah di Randu Alas perlu dikembangkan. Pemerintah desa dapat memberikan pelatihan untuk menata lokasi wisata dan membuat area observasi lebah yang ramah pengunjung. Pelatihan untuk pemandu wisata juga penting untuk memberikan pengalaman edukatif yang menarik. Dengan fasilitas yang memadai, wisatawan akan lebih memahami pentingnya budidaya lebah dalam menjaga kelestarian alam. Dengan langkah-langkah ini, Kampung Wisata Omah Tawon Randu Alas dapat memperluas program ke desa lain dan menciptakan model pengelolaan yang berkelanjutan, meningkatkan pemberdayaan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan kualitas hidup masyarakat.

Kesimpulan

Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui budidaya lebah di Kampung Tawon Randu Alas berhasil menunjukkan dampak yang cukup signifikan terhadap pelestarian lingkungan, pemberdayaan ekonomi, dan peningkatan pendidikan. Program ini mencerminkan tiga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s), yaitu SDG ke-15 tentang melestarikan ekosistem daratan, SDG ke-8 tentang menciptakan pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi, serta SDG ke-4 tentang memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas.

Budidaya tawon berbasis tradisional yang diterapkan di Kampung Tawon Randu Alas tidak hanya menghasilkan madu sebagai produk utama tetapi juga menjaga kesimbangan ekosistem daratan. Metode tradisional yang digunakan memastikan bahwa lingkungan hayati lebah tetap terjaga, Langkah ini mendukung SDG ke-15 yaitu menjaga ekosistem daratan untuk keberlanjutan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Selain itu, program ini memberikan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat sekitar. Dengan keterampilan berbudidaya lebah, masyarakat mendapat penghasilan tambahan melalui penjualan madu. Hal ini menciptakan pekerjaan yang layak dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Melalui pengembangan ini,masyarakat tidak hanya mandiri secara ekonomi tetapi juga sadar akan potensi lokal yang berkelanjutan, sehingga sejalan dengan SDG ke-8

Aspek edukasi yang menjadi elemen penting dalam program ini. Melalui pelatihan dan penyuluhan, masyarakat mendapatkan pengetahuan baru tentang tata cara berbudidaya lebah secara tradisional, nilai keberlanjutan, dan pentingnya menjaga lingkungan untuk generasi mendatang. Melalui kegiatan edukasi tidak hanya meningkatkan keterampilan masyarakat tetapi juga memberikan wawasan yang mendorong sikap inklusif dan menghargai kearifan lokal. Langkah ini mencerminkan komitmen terhadap SDG ke-4 yaitu menyediakan pendidikan yang berkualitas dan mendorong pembelajaran sepanjang hayat.

Secara keseluruhan, pemberdayaan melalui budidaya tawon di Kampung Tawon Randu Alas berhasil mengintegrasikan aspek lingkungan, ekonomi, dan pendidikan. Program ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi juga menciptakan kesadaran secara kolektif akan pentingnya keberlanjutan dan pelestarian alam. Dengan pendekatan berbasis tradisional yang mempertimbangkan kearifan lokal,program ini menjadi contoh nyata bagaimana upaya sederhana dapat mendukung tujuan pembangunan global. Inisiatif ini tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek tetapi juga berdampak jangka panjang bagi keseimbangan ekosistem, kemajuan ekonomi lokal, dam pembangunan sumber daya manusia.

(ftrhmn)