LABSA Kolaborasi dengan Institute of Southeast Asian Islam (ISAIs), Sukses Gelar 2 Workshop

Kali ini Laboratorium Sosiologi Agama (LABSA) berkolaborasi dengan Institute of Southeast Asian Islam (ISAIs) yaitu menggelar workshop. Ada dua workshop yang dilaksanakan dalam kolaborasi ini. Workshop pertama diselenggarakan pada 8 Juli 2024 dengan tema “From Raids To Digital Returns : The (Im-)Materiality Of Manuscripts In Decolonializing Heritage Practices” bersama dua pembicara sekaliguas yakni Panggah Ardiyansyah, PhD peneliti dari ISAIs UIN Sunan Kalijaga dan Dr. Verena Meyer (Assistant Professor of Islam in South and Southeast Asia, Laiden University). Workshop dimoderatori oleh Ahmad Ismail, S.S (Junior Researcher ISAIs UIN Sunan Kalijaga).

Workshop pertama ini membahas tentang naskah-naksah kuno, pusaka, manuskrip yang merupakan warisan budaya dan memuat banyak informasi tentang kehidupan masa lampau serta dipercaya mengandung kekuatan tersendiri. Manuskrip-manuskrip tersebut yang banyak diambil ketika zaman kolonial dan hingga saat ini masih tersimpan di berbagai museum atau perpustakaan di beberapa negara khususnya di British Library yang baru-baru ini dikembalikan ke Indonesia namun dalam bentuk digital. Penyerahan hard disk atau manuskrip dalam bentuk digital ini dilakukan oleh pihak British Library ke Sultan Hamengkubuwono yang berisi kurang lebih 300 foto naskah Yogyakarta yang sudah didigitalisasi.

Pada pemaparannya, pemateri menyampaikan beberapa pertanyaan yang menjadi diskusi utama pada workshop yaitu apa yang mendasari pengembalian manuskrip dalam jumlah besar. Apa yang mendasari Sultan menerima hard disk berisi manuskrip dalam bentuk digital, serta apa yang sebenarnya dikembalikan jika dalam bentuk digital. Sedangkan masyarakat percaya bahwa naskah-naskah dan pusaka memiki kekuatan tersendiri serta pemilik dari naskah-naskah, pusaka, manuskrip tersebut ialah keraton.Workshop kali ini berhasil menarik minat khalayak luas sebab diikuti oleh lebih dari 20 peserta dari beberapa instansi serta jenjang pendidikan mulai dari S1, S2, hingga S3.

Kesuksesan kolaborasi juga diikuti dengan dengan terselenggaranya workshop pada 9 Juli 2024 yang digelar dengan judul “Islam Asia Tenggara: Sejarah, Isu, dan Metode Kajian” dengan pembicara Prof. Muhamad Ali, Ph.D (University of California Riverside UCR, USA) dengan moderator Elicia Eprianda, S.Sos.

Workshop dihari kedua mengulas bagaimana sejarah, isu, serta metode kajian Studi Islam di Asia Tenggara dikembangkan. Studi yang membahas tentang Islam Asia Tenggara dewasa ini semakin berkembang di kalangan akademisi. Beragam kajian Islam di Asia Tenggara muncul sebagai kajian keilahiyan mengenai perkembangan dan mobilisasi serta keberagaman praktik Islam di Asia Tenggara. Prof. Muhammad Ali, Ph.D menyampaikan dalam penuturannya bahwa Studi Islam di wilayah barat masih kental dengan budaya Arab. Islam sebagai agama Asia masih dianggap baru di dunia barat sehingga banyak masyarakat barat memahami bahwa Islam hanya ada di daerah Arab saja.

Lanjutnya, Islam yang berkembang di wilayah Asia Tenggara memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh Islam di wilayah lain, namun tetap bisa dibandingkan dengan yang ditempat lain. Banyak hal tentang Islam yang hanya bisa ditemukan di wilayah Asia Tenggara, tidak ditempat lain. Hal tersebutlah yang membuat Islam di wilayah Asia Tenggara unik dan perlu untuk dikaji lebih dalam, “distinct but comparable” tutur Prof. Muhammad Ali, Ph.D.

Dengan terlaksananya dua workshop ini, diharapkan banyak dari kita bisa lebih peduli dan kritis tentang warisan budaya Indonesia dan meningkatkan wawasan tentang perkembangan Islam di Asia Tenggara. (DFKS)